Sabtu, 22 Desember 2012

Stroke Hemoragik

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Tinjauan Teoritis Stroke Hemoragik

1.    Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
Otak dibagi dua yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
Lobus Frontal
Lobus Frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan menahan diri.
Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau.lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecap, penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan penglihatan.


Gambar 2.1 Anatomi Otak
(Sumber: Fakhrizal, 2009)

Serebrum (Otak Besar)
Otak besar merupakan pusat dari :
a.    Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
b.    Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
c.    Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain di bagian medulla spinalis.
d.   Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama.
e.    Fungsi luhur : pusat berfikir , berbicara berhitung dan lain – lain.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot.
Korpus Kalosum
Korpus kalosum adaalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus Kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan fungsi analisis.  Dan daerah hemisfer yang tidak dominan bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal. Basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal, basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan ekstrimitas bagian bawah (Batticaca, 2008:5).
979DCD8D 












Gambar 2.2 Irisan pada Hemisfer Otak
(Sumber: Pearce, 2006:281)
671D8986



























Gambar 2.3 Beberapa Fungsi Khusus Hemisfer Serebri
(Sumber: Price, 2005:50)


Sereblum
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan. Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah ateri mayor tersumbat.
Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventricular. Cairan CSS diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik cairan CSS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsenterasi. CSS mengandung protein, glokosa dan klorida, serta immunoglobulin. Secara normal CSS hanya mengandung sel darah putih yang sedikit dan tidak mengandung sel darah merah. Cairan CSS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
Medula Spinalis
a.    Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
b.    Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
c.    Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
d.   Pusat pola geraka sederhana yang telah lama di pelajari contoh melangkah.
Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saaf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal. Saraf otak ada 12 pasang :
a.    Saraf olfaktorius ( N1 )        : untuk penghidu penciuman
b.    Saraf opticus ( N2 )              : saraf penglihatan.
c.    Saraf okulomotorius ( N3 ) : saraf motorik penggerak otot bola mata.
d.   Saraf troklearis ( N4 )          : motorik penggerak bola mata.
e.    Saraf trigeminus ( N5 )        : merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 3 cabang yaitu bagian optical, maksilaris, mandibularis.
f.     Saraf abdusens ( N6 ) : motorik penggerak bola mata.
g.    Saraf fasialis ( N7 ) : sensorik daerah wajah.
h.    Saraf audiotorius ( N8 ) : sensorik pendengaran dan keseimbangan.
i.      Saraf glosofaringeus ( N9 ) : sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring.
j.      Saraf vagus ( N10 ) : merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung, lambung, usus halus dan sebagian usus besar.
k.    Saraf asesorius ( N11 ) : motorik pengerak otot sekitar leher.
l.      Saraf hipoglosus ( N12 ) : motorik otot lidah.


Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
a.    Saraf servikal 8 pasang
b.    Saraf torakal 12 pasang
c.    Saraf lumbal 5 pasang
d.   Saraf sacrum / sacral 5 pasang
e.    Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik kaluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing – masing lurus diantara tulang kosta(nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyebrangan (kontra lateral ) yaitu yang berada di kiri menyebrang ke kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.
Saraf Otonom
System saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistim otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
a.    Kesiagaan meningkat
b.    Denyut jantung meningkat
c.    Pernafasan meningkat
d.   Tonus otot – otot meningkat
e.    Gerakan saluran cerna menurun
f.     Metabolisme tubuh meningkat.
Semua ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olah raga, cemas dan lain – lain, pada keadaan ini terjadi peningkatan peggunaan energi/ katabolisme.

Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
a.    Kesiagaan menurun
b.    Denyut jentung melambat
c.    Pernafasan tenang
d.   Tonus otot-otot menurun
e.    Gerakan saluran cerna meningkat
f.     Metabolisme tubuh menurun
Hal ini terjadi penyimpanan energi ( anabolisme ) dan terlihat apabila individu sedang istirahat. Pusat saraf simpatis berada di medulla spinalis bagian torakal dan lumbal, sedang pusat parasimpatis berada dibagian medulla oblongata dan medulla spinalis bagian sacral. Pusat – pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu di hipotalamus sebagai pusat emosi.

Gambar 2.4 Sistem Syaraf
(Sumber: Yanpyuh, 2009)
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yaitu sistem karotis (a. karotis interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral.  A.karotis interna, setelah memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a.serebri anterior dan a.serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.   


FC0E6475
 


















Gambar 2.5 Aliran darah arteri yang menuju ke otak
(Sumber: Price, 2005:1054)


Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, melalui rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat   mesensefalon, a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis.
Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu:
a.    Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri media kanan-kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua serebri posterior, dan a.komunikans posterior (yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
b.    Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui a. oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
c.    Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah ekstracranial).
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterals, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis, dicurahkan melalui jantung.
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak dan sistem vertebralis terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulasilobilitasnya (kemampuan untuk membeku).
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah dan pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol), untuk menguncup bila tekanan darah sitemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruhterhadap dimeter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik. PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebailiknya bila tekanan parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi (Harsono.2005:82-83).  
Berbagai bagian otak mengontrol fungsi fisik, emosi, dan perilaku yang berlainanan. Dua hemisfer otak kita tidak benar-benar simetris, baik secara anatomis maupun fungsiaonal. Namun, keduanya dihubungkan secara anatomis dan saling berkaitan secara fungsional. Pada orang kinan (right-handed) dan separuh orang kidal (left-handed), sisi kiri  otak mengndalikan kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan dengan pemikiran abstrak dan imajiner serta kemampuan seni. Hal yang sebaliknya berlaku pada sisa-sisa populasi yang lain.
Bagian anterior (atau depan) otak, yang menerima darah dari sirkulasi arteri serebrum anterior, mengendalikan sisi tubuh yang berlawanan dari lokasi bagian tersebut berada. Sebagai contoh, jika terjadi kerusakan otak di daerah sirkulasi anterior kanan, yang terpengaruh adalah gerakan dan sensasi di sisi kiri tubuh, demekian sebaliknya.
Jika kerusakan otak terjadi di bagian posterior, yang menerima darah dari sirkulasi serebrum posterior, kedua sisi tubuh bias terkena. Misalnya dapat terjadi kelumpuhan di salah satu sisi dan rasa baal di sisi yang lain. Juga dapat timbul masalah menelan, bernapas, berbahasa, keseimbangan atau koordinasi, atau gerakan kepala dan tubuh bagian atas yang abnormal (Feigin.2009:5-6).
2.      Pengertian
Menurut Corwin (2000: 181), stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah ke otak.
Menurut WHO: stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsional serebral / otak, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.  (Harsono,2005: 81).
Menurut Price (2005: 1110), istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.
Menurut Dewanto (2009: 24), sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat.
A cerebrovascular accident, commonly known as a stroke, is a term used to describe neurologic changes brought on by an interruption in blood supply to the brain (ischemia) (Black,2000: 784).
Cerebrovascular accident (CVA) (also referred to as stroke or “brain attack”) is a brad term that includes a variety of disorders that influence blood flow to the brain and and result in neurologic deficits. (Lewis,2000: 1645).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebakan oleh gangguan peradaran darah di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.
Menurut Muttaqin  (2008: 237), klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
a.    Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
1)   Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroanurisma) terutama karena hipertensi  mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak. Perdarahan interaserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2)   Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
b.    Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atu pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut Muttaqin (2008: 240) klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.    TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.    Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.    Stroke komplit. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali dengan TIA berulang.

3.    Etiologi
Etiologi stroke menurut Muttaqin (2008: 235) adalah:
a.    Trombosis Serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1)      Aterosklerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
2)      Hiperkoagualasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
3)      Arteritis (radang pada arteri)
b.      Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c.       Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringanotak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
1)   Aneurisma berry, biasanya defek congenital.
2)   Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
3)   Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4)   Malformasi erteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5)   Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d.     Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)   Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid,
2)   Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
e.      Hipoksia Lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)   Hipertensi yang parah,
2)   Henti jantung paru,
3)   Curah jantung turun akibat anemia.

Menurut Smeltzer  (2001: 2131), stroke biasanya diakibatkan dari salah satudari empat kejadian:
a.       Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
b.      Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain)
c.       Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
d.      Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)
Menurut Battica (2008: 58), faktor risiko pada klien dengan stroke hemoragik antara lain:
a.         Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
b.         Hipotensi atau tekanan darah rendah.
c.         Obesitas atau kegemukan.
d.        Kolesterol darah tinggi.
e.         Riwayat penyakit jantung.
f.          Riwayat penyakit diabetes mellitus.
g.         Merokok
h.         Stres.

4.    Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan:
a.       Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,
b.      Edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons (Muttaqin. 2008:241-242).
Menurut Price (2005: 964), pada dasarnya stroke intra serebral terjadi akibat berkurangnya suplai peredaran darah ke otak.  Suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau padat, sehingga aliran darah ke otak berkurang sampai 20 – 70 ml/100 gr.  Jaringan akan akan terjadi iskemia untuk jangka waktu yang lama dan otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak/menit, maka terjadi serangkaian perubahan biokimia sel dan daerah yang mengalami kerusakan ini disebut infark.

Skema 2.1 Pohon Masalah Keperawatan Stroke
19003D01
Skema 2.2 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik
5.    Manifestasi Klinis                                         
Menurut Mansjoer  (2000: 18), pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis secara mendadak, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya pada umur > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10­­­th Revisison, stroke hemoragik dibagi atas:
a.       Perdarahan intraserebral (PIS)
b.      Perdarahan subarachnoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat beraktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% teerjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodormal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya anuerisma pada a. komunikans anterior atau a. karotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut dapat berupa:
a.    Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak
b.    Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (ganngguan hemisensorik)
c.    Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
d.   Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
e.    Disatria (bicara pelo atau cadel)
f.     Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
g.    Ataksia (trunkal atau anggota badan)
h.    Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala
Menurut Smeltzer  (2001:2136), dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
a.    Stroke hemisfer kiri
1)   Paralisis pada tubuh kanan
2)   Defek lapang pandang kanan
3)   Afasia (eksprsif, reseptif atau global)
4)   Perubahan kemampuan intelektual
5)   Perilaku lambat dan kewaspadaan
b.    Stroke hemifer kanan
1)   Paralisis pada sisi kiri tubuh
2)   Defek lapang penglihatan kiri
3)   Defisist perawatan-khusus
4)   Peningkatan distraktibilitas
5)   Perilaku impulsif
6)   Kurang kesadaran terhadap defisit

Matriks 2.1 Perbedaan antara Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik. (Muttaqin. 2008:239)
Gejala (Anamnesa)
Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik
1
2
3
Awitan (onset)
Sub-akut kurang
Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)
Mendadak
Saat aktivitas
Peringatan
Bangun pagi/istirahat
-
Nyeri kepala
+ 50% TIA
+++
Kejang
+/-
+
Muntah
-
+
Kesadaran menurun
-
Kadang sedikit
+++
Koma/kesadaran menurun
+/-
+++
Kaku kuduk
-
++
Tanda Kernig
-
+
Matrik Sambungan


1
2
3
Edema Pupil
-
+
Perdarahan retina
-
+
Bradikardia
Hari ke-4
Sejak awal
Penyakit lain
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis.
Hampir selalu hipertensi aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP
-
+
Rontgen
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal.
Angiografi
Oklusi, stenosis
Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme.
CT Scan
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
Massa intrakranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop
Fenomena silang
Silver wire art
Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal Fungsi
·                Tekanan
·                Warna
·                Eritrosit

Normal
Jernih
< 250/mm3

Meningkat
Merah
> 1000/mm3
Arteriografi
Oklusi
Ada pergeseran
EEG
Di tengah
Bergeser dari bagian tengah


Matriks 2.2 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid (Muttaqin. 2008:238)
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal
 +/-
+++
Hemiparase
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++

  1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Saputra (2002 : 348-349) penatalaksanaan medis pada stroke adalah :
a.       Empat buah tujuan pengobatan, yaitu : menyelamatkan jiwa, membatasi kerusakan otak, mengurangi ketergantungan dan deformitas, dan mencegah terulangnya penyakit.
b.      Pertahankan agar jalan napas selalu bebas; pemberian cairan, elektrolit dan kalori yang adekuat; hindari ulkus dekubitalis.
c.       Larutan urea hipertonik 1 – 1,5 g/kg berat badan, intravena atau mannitol dapat dipertimbangkan.
d.      Rehabilitasi dan latihan termasuk fisioterapi, terapi pekerjaan, dan terapi bicara.
e.       Obat antikoagulan dapat digunakan pada “stoke in-evolution”.
f.       Pengobatan untuk hipertensi dianjurkan.
Menurut Muttaqin (2008:252-253), penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke adalah:
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a.       Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1)        Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lender, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan
2)        Mengotrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
b.      Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c.       Merawat kandung kemih sedapat mungkin jangan memakai kateter
d.      Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif.
Pengobatan Koservatif:
a.       Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b.      Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
c.       Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.      Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
Pengobatan pembedahan:
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan:
a.       Endosterektomi karotis membentuk kembali aliran karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher;
b.      Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA;
c.       Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut;
d.      Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999:292), pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
a.    Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
b.    Scan CT: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
c.    Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA.  Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intrakranial.  Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d.   MRI (Magnetic Resonance Imagging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arterivena (MAW).
e.    Ultrasono Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis [aliran darah atau muncul plak], arteriosklerotik).
f.     EEG (Elektroensefalogram): mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerahlesi yang spesifik.
g.    Sinar X tengkorak; menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
h.    Diffusion-weighted imaging (DWI):  memperlihatkan daerah-daerah yang mengalami infark sebagai daerah putih terang.
i.      Perfusion-weight imaging (PWI): pemindaian sekuansial selama 30 detik setelah penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak yang kurang mendapatkan perfusi akan lambat memperlihatkan pemunculan zat warna kontras yang disuntikan tersebut, dan aliran darah yang lambat tampak putih. Pemidahan serial dapat mengungkapkan tiga tipe pola yang berlainan: reperfusi dini, reperfusi lambat dan defisit perfusi persisten.
j.      Pemeriksaan laboratorium srandar mencakup urinalisis, HDL, laju endap darah (LED), panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, dan serologi untuk sifilis. Pada klien yang dicurigai mengalami stroke iskemik , panel laboratorium mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk perawatan dasar. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protombin dengan rasio normalisasi internasional (INR), waktu tromboplastin parsial; dan hitung trombosit. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah antibody antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif (Price.2005:1122-1123).
8.    Prognosis
Menurut Dewanto (2009:30), prognosis pada klien dengan stroke adalah bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
9.    Komplikasi
Menurut Muttaqin (2008: 253), setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan:
a.    Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis
b.    Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
c.    Dalam hal kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala
d.   Hidrosefalus
Menurut Smeltzer (2001: 2137), komplikasi stroke meliputi:
a.       Hipoksia serebra
b.      Aliran darah serebral
c.       Embolisme serebral

B.     Tinjauan Teoritis Keperawatan Stroke  Hemoragik

      1.   Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan stroke hemoragik menurut Doenges (1999 : 290 –292) meliputi :
a.       Aktivitas / Istirahat
1)   Gejala        :     Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan.  Kehilangan sensasi atau paralisis   (hemiplegia),  mudah lelah dan  susah untuk istirahat.
2)   Tanda        :     Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegi) dan kelemahan umum, gangguan penglihatan dan gangguan tingkat kesadaran.
b.      Sirkulasi
1)   Gejala        :     Adanya penyakit jantung, policetemia dan hipotensi postural.
2)   Tanda        :     Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya emboli; nadi : frekuensi dapat bervariasi, disritmia, perubahan elektrokardiogram, desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
c.       Integritas ego
1)   Gejala         :    Perasaan tidak berdaya dan putus asa.
2)   Tanda         :    Emosi yang labil dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d.      Eliminasi
BAK               :  Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, urgensi urine
BAB               :    Konstipasi karena immobilisasi, refleks defekasi menurun, kelemahan otot abdomen.
e.       Makanan dan cairan
1)   Gejala        :     Nafsu makan hilang, mual dan muntah, kehilangan sensasi rasa, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
2)   tanda         :     Kesulitan menelan dan obesitas.

f.       Neurosensori
1)   Gejala        :     Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA).
                              Sakit kepala; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral dan subarachnoid
                              Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat stroke jenis yang lain); sisi yang terkena terlihat seperti “mati/lumpuh.” Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, (kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain.
                              Sentuhan: hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah.
                              Gangguan rasa pengecap dan penciuman.
2)   Tanda        :     Status mental/tingkat kesadaran: Biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami; gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang); gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori, pemecahan masalah). Ekstremitas: Kelemahan/paralisis (kontralateral pada semua jenis stroke), genggaman tidak sama, reflex tendon melemah secara kontralateral.
                              Pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral).
                              Afasia: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseptif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas.
                              Kehilangan kemampuan untuk mengenali/menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
                              Kehilangan kemampuan mennggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia).
                              Ukuran/reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi).
                              Kekakuan nukal (biasanya kareba perdarahan). Kejang (biasanya karena adanya pencetus perdarahan).

g.      Nyeri/kenyamanan
1)  Gejala        :    Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena).
2)   Tanda        :     Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah dan ketegangan pada otot/fasia.
h.      Pernapasan
Hilangnya kemampuan untuk batuk, pernapasan tidak teratur, takipnea, ronkhi, penyempitan jalan napas dan apnea.
i.        Keamanan
Tanda           :      Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan.
                     Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespons terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
                     Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap  keamanan, tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).

j.        Interaksi sosial                                         
1)  Tanda        :     Masalah bicara, ketidakmampuanuntuk berkomunikasi.

k.      Penyuluhan dan pembelajaran
1) Gejala                            :Adanya riwayat hipetensi dan stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (factor risiko).
2) Pertimbangan                :Dengan menunjukkan lama dirawat 3 sampai       7 kali.
3) Rencana pemulangan    :Adaptasi dengan lingkungan rumah, bantuan   dalam perawatan diri memerlukan obat (penanganan terapeutik).
2.      Diagnosis Keperawatan
                  Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke hemoragik menurut Nanda (2005-2006) meliputi :
a.       Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral  berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, hemiplegia/hemiparase.
c.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
d.      Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori, transmisi dan atau integrasi.
e.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan, kerusakan kognitif atau perseptual, kerusakan neuromuskular, kerusakan muskuloskletal.
f.       Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
g.      Risiko tinggi  gangguan fungsi menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/perceptual, paralisis serebral.
h.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.

3.   Perencanaan
                  Menurut Doenges (1999 : 293-307), perencanaan yang tepat untuk klien dengan stroke hemoragik adalah :
a.       Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral, edema serebral.
1)      Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional:
Mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis.
2)      Pantau tanda-tanda vital.
     Rasional:
Variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.
3)      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional :
Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak masih baik.  Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
4)      Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
Rasional :
Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang dilakukan.
5)      Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas klien sesuai indikasi.
Rasional :
Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK.  Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus hemoragik/perdarahan lainnya.
6)      Kepala agak ditinggikan (30°).
            Rasional :
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.

b.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, hemiplegia/hemiparase.
1)   Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara teratur.
            Rasional :
Mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2)      Ubah posisi minimal tiap 2 jam.
Rasional :
Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3)      Mulailah melakukan  rentang getak aktif dan  Pasif.
Rasional :
Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktor, meminimalkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis.
4)      Susun tujuan dengan klien atau orang terdekat untuk berpartisifasi dalam aktivitas/latihan dan mengubah posisi.
Rasional :
Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/peningkatan dan memberikan perasaan kontrol/kemandirian.
5)   Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
      Rasional:
      Dapat berespon dangan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kambali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.

c.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
1)      kaji tipe/derajat disfungsi, seperti klien tampak mengalami kesulitan berbicara.
Rasional :
Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan klien  dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2)      Mintalah klien untuk menulis nama atau kalimat pendek dan membacanya.
Rasional :
Menilai kemampuan menulis (agrapia) dan kekurangan dalam membaca (ataksia).
3)      Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
4)      Mintalah klien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau “pus”.
Rasional :
Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5)      Tunjukkan objek dan mintalah klien untuk menyabutkan benda tersebut.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik, seperti mungkin klien mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
6)      Anjurkan pengunjung/orang terdekat berkomunikasi dengan klien.
Rasional :
Mengurangi isolasi sosial klien dan meningkatkan penciptaan komunikasi.
d.      Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori, transmisi dan atau integrasi.
1)      Evaluasi adanya gangguan penglihatan.
Rasional :
Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan klien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko terjadinya cedera.
2)      Berikan lampu menyala; letakkan benda dalam jangkauan lapang pandang penglihatan yang normal.
            Rasional :
            Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi.
3)      Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
Rasional :
Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan; Menurunkan risiko terjadinya kecelakaan.
4)      Kaji kesadaran dan berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
Rasional :
Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi.
5)   Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan.
      Rasional :
      Meningkatkan keamanan dan menurunkan risiko terjadinya trauma.
6)   Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
      Rasional :
      Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingugan yang berhubungan dengan sensori.

e.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan, kerusakan kognitif atau perseptual, kerusakan neuromuskular, kerusakan muskuloskletal.
1)      Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala) dan tingkat kekurangan  untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
Rasional:
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara maksimal.
2)      Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional:
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, penting bagi klien untuk melakukan  sesuatu hal sebanyak mungkin bagi diri sendiri  dan untuk mempertahankan harga diri serta meningkatkan pemulihan.
3)      Bawa klien ke kamar mandi dengan teratur/interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
Rasional :
Klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, dan tidak dapat mengatakan kebutuhannya, tetapi biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses penyembuhan.
4)      Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional :
Mengkaji perkembangan program latihan  (mandiri) dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit.
f.       Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1)      Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat kemampuannya.
Rasional :
Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
2)      Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi atau perubahan pada klien.
Rasional :
Kadang-kadang klien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan.
3)      Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya, termasuk rasa permusuhan dan perasaan marah.
Rasional :
Mendemonstrasikan penerimaan/membantu klien mengenal dan mulai memahami perasaan ini.
4)      Pantau gangguan tidur, menungkatnya gangguan untuk berkonsentrasi, pernyataan tidak mampu untuk mengatur sesuatu, letargi dan menarik diri.
Rasional :
Mungkin merupakan indikasi serangan depresi (umumnya setelah adanya pengaruh stroke) yang mungkin memerlukan evaluasi dan intervensi lanjut.
g.      Risiko tinggi  gangguan fungsi menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/perceptual, paralisis serebral.
1)      Tetapkan metode visual untuk mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.
Rasional :
Risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.
2)      Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak mengantuk, dll.  Pastikan alat suksion selalu siap tersedia saat klien makan.
Rasional :
Keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.
3)      Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher agak fleksi ke depan dan dagu menunduk.
Rasional :
Posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu perpindahan makanan ke bawah dan menurunkan risiko aspirasi.
 4)  Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan air.  Pilih/Bantu klien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya.
      Rasional :
      Makanan lunak/cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
5)   Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
      Rasional :
      Menguatkan otot fasial dan otot menelan serta menurunkan risiko tesedak.
6)   Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
      Rasional :
      Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.  
h.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.
1)      Evaluasi tipe/derajat gangguan persepsi sensori.
Rasional :
Defisit dapat mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas intruksi.
2)      Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu.
Rasional :
Membantu dalam membangun harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini.
3)      Tinjau ulang keterbatasan-keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana atau kemungkinan aktivitas dapat dilakukan kembali.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa datang dan menimbulkan harapan dari keterbatasan hidup secara normal.
4)      Rekomendasikan klien untuk meminta bantuan dalam proses pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan sesuai kebutuhan.
Rasional :
Beberapa klien (terutama dengan masalah CVS kanan) mungkin mengalami gangguan dalam cara pengambilan keputusan yang memanjang dan berprilaku impulsif.
5)      Sarankan klien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan perlunya terutama selama kegiatan berpikir.
Rasional :
Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berpikir.
6)      Identifikasi faktor-faktor resiko dan rujuk evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi.
Rasional :
Meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.


4.    Evaluasi
            Evaluasi stroke hemoragik menurut Doenges (1999: 293-306), meliputi :
a.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral, edema serebral.
1)   Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/ membaik, fungsi kognitif, dan motorik/sensori.
2)   Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
3)   Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.

b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif.
1)   Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop.
2)   Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi yang terkena atau kompensasi.
3)   Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4)   Mempertahankan integritas kulit.

c.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
1)      Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
2)      Membuat metode komunikasi di mana kebutuhan dapat diekspresikan.
3)      Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.

d.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan stress psikologis.
1)      Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
2)      Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
3)      Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap/defisit hasil.

e.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan  dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
1)      Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
2)      Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
3)      Mengidentifikasikan sumber pribadi/komunitas memeberikan bantuan sesuai kebutuhan.
f.       Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1)      Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
2)      Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3)      Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.

g.      Risiko tinggi  gangguan fungsi menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/perseptual.
1)      Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah.
2)      Mempertahankan berat badan yang diinginkan.

h.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.
1)      Berpartisipasi dalam proses belajar.
2)      Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.
3)      Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.

2 komentar:

  1. terimakasih ilmunya, tapi ini daftar pustakanya dari mana ya ???

    BalasHapus
  2. The most popular video slots (HBO)
    The most popular video slots (HBO) · Play online slots · Play slot machine games on your mobile phone download youtube videos · Play casino games for free. · Free spins · More bonuses.

    BalasHapus