BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Teoritis Stroke Hemoragik
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
Otak dibagi dua yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum).
Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis
dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk
membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
Lobus Frontal
Lobus Frontal
merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan menahan diri.
Lobus Parietal
Lobus parietal
disebut juga lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa
yang tidak berpengaruh adalah bau.lobus parietal mengatur individu untuk
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus Temporal
Lobus temporal
berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecap, penciuman, dan pendengaran. Memori
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis
terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab
menginterprestasikan penglihatan.

Gambar 2.1 Anatomi Otak
(Sumber: Fakhrizal, 2009)
Serebrum
(Otak Besar)
Otak besar merupakan pusat dari :
a. Motorik : impuls yang
diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
b. Sensorik : setiap
impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan
mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
c. Refleks : berbagai
kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain di bagian
medulla spinalis.
d. Kesadaran : bagian
batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian lain dari korteks
serebri menjadi pusat kesadaran utama.
e. Fungsi luhur : pusat berfikir
, berbicara berhitung dan lain – lain.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot.
Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot.
Korpus Kalosum
Korpus kalosum
adaalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus Kalosum menghubungkan kedua
hemisfer otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu
sisi otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik memori dan belajar
menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan
kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa,
aritmatika, dan fungsi analisis. Dan
daerah hemisfer yang tidak dominan bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik,
penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal. Basal ganglia terdiri atas
sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung
jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi
musikal, basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian
terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh,
kedua tangan, dan ekstrimitas bagian bawah (Batticaca, 2008:5).

Gambar 2.2 Irisan pada Hemisfer Otak
(Sumber: Pearce, 2006:281)

Gambar 2.3 Beberapa Fungsi Khusus Hemisfer
Serebri
(Sumber: Price, 2005:50)
Sereblum
Otak kecil yang
merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan. Pada daerah
serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar
hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid
interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang
dibentuk dari cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri
serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri
pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah ateri mayor tersumbat.
Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak
berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi didalam ventrikel dan
bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventricular.
Cairan CSS diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan
keempat, secara organik dan non organik cairan CSS sama dengan plasma tetapi
mempunyai perbedaan konsenterasi. CSS mengandung protein, glokosa dan klorida,
serta immunoglobulin. Secara normal CSS hanya mengandung sel darah putih yang
sedikit dan tidak mengandung sel darah merah. Cairan CSS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
Medula Spinalis
a. Merupakan pusat
refleks-refleks yang ada disana
b. Penerus sensorik ke
otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
c. Penerus impuls motorik
dari otak ke saraf motorik
d. Pusat pola geraka
sederhana yang telah lama di pelajari contoh melangkah.
Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saaf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi
saraf otak dan saraf spinal. Saraf otak ada 12 pasang :
a. Saraf olfaktorius ( N1
) : untuk penghidu penciuman
b.
Saraf opticus ( N2 ) :
saraf penglihatan.
c. Saraf okulomotorius (
N3 ) : saraf motorik penggerak otot bola mata.
d. Saraf troklearis ( N4
) : motorik penggerak bola mata.
e.
Saraf trigeminus ( N5 ) :
merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 3 cabang yaitu bagian optical,
maksilaris, mandibularis.
f.
Saraf abdusens ( N6 ) : motorik penggerak bola mata.
g.
Saraf fasialis ( N7 ) : sensorik daerah wajah.
h. Saraf audiotorius ( N8
) : sensorik pendengaran dan keseimbangan.
i. Saraf glosofaringeus (
N9 ) : sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring.
j. Saraf vagus ( N10 ) :
merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung, lambung, usus halus dan
sebagian usus besar.
k. Saraf asesorius ( N11
) : motorik pengerak otot sekitar leher.
l. Saraf hipoglosus ( N12
) : motorik otot lidah.
Saraf Spinal
Dari medulla spinalis
keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
a. Saraf servikal 8
pasang
b. Saraf torakal 12
pasang
c. Saraf lumbal 5 pasang
d. Saraf sacrum / sacral 5
pasang
e. Saraf koksigeal 1
pasang
Saraf spinal
mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis
melalui akar belakang dan serat motorik kaluar dari medula spinalis melalui
akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian
berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus)
seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah.
Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing – masing lurus diantara
tulang kosta(nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi
serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk
daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer
terjadi penyebrangan (kontra lateral ) yaitu yang berada di kiri menyebrang ke
kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik
kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.
Saraf Otonom
System saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru,
serta alat pencernaan. Sistim otonom dipengaruhi saraf simpatis dan
parasimpatis.
Peningkatan
aktifitas simpatis memperlihatkan :
a. Kesiagaan meningkat
b. Denyut jantung
meningkat
c. Pernafasan meningkat
d. Tonus otot – otot
meningkat
e. Gerakan saluran cerna
menurun
f. Metabolisme tubuh
meningkat.
Semua ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak
pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olah raga, cemas dan lain –
lain, pada keadaan ini terjadi peningkatan peggunaan energi/ katabolisme.
Peningkatan
aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
a. Kesiagaan menurun
b. Denyut jentung
melambat
c. Pernafasan tenang
d. Tonus otot-otot
menurun
e. Gerakan saluran cerna
meningkat
f.
Metabolisme tubuh menurun
Hal ini terjadi penyimpanan energi ( anabolisme ) dan terlihat apabila
individu sedang istirahat. Pusat saraf simpatis berada di medulla spinalis
bagian torakal dan lumbal, sedang pusat parasimpatis berada dibagian medulla
oblongata dan medulla spinalis bagian sacral. Pusat – pusat ini masih
dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu di hipotalamus sebagai pusat
emosi.

Gambar 2.4 Sistem Syaraf
(Sumber: Yanpyuh, 2009)
Otak memperoleh darah melalui dua sistem,
yaitu sistem karotis (a. karotis interna kanan dan kiri), dan sistem
vertebral. A.karotis interna, setelah
memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan
a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a.serebri
anterior dan a.serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.
![]() |
Gambar 2.5 Aliran darah arteri yang menuju ke
otak
(Sumber: Price, 2005:1054)
Sistem vertebral dibentuk oleh
a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subklavia, menuju dasar
tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis,
melalui rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan
masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medulla oblongata dan
pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok
cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, a.basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri
posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus
temporalis.
Ke 3 pasang
arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke
dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang a.serebri
lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu:
a.
Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri media
kanan-kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua serebri posterior,
dan a.komunikans posterior (yang menghubungkan a.serebri media dan posterior)
kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
b.
Anastomosis
antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing
melalui a. oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.
c.
Hubungan
antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah
ekstracranial).
Selain itu masih terdapat lagi hubungan
antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskirk tak ada arteri
ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2
sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus
rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di otak, dan mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterals, dan seterusnya
melalui vena-vena jugularis, dicurahkan melalui jantung.
Sistem karotis terutama melayani kedua
hemisfer otak dan sistem vertebralis terutama memberi darah bagi batang otak,
serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk
memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu
viskositas darah dan koagulasilobilitasnya (kemampuan untuk membeku).
Dari faktor pertama, yang terpenting
adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah dan pembuluh darah dll),
dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol), untuk menguncup
bila tekanan darah sitemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150
mmHg).
Faktor darah, selain viskositas darah dan
daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan
O2 berpengaruhterhadap dimeter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2
yang naik. PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebailiknya bila tekanan parsial CO2
turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi
(Harsono.2005:82-83).
Berbagai bagian otak mengontrol fungsi
fisik, emosi, dan perilaku yang berlainanan. Dua hemisfer otak kita tidak
benar-benar simetris, baik secara anatomis maupun fungsiaonal. Namun, keduanya
dihubungkan secara anatomis dan saling berkaitan secara fungsional. Pada orang
kinan (right-handed) dan separuh orang kidal (left-handed), sisi kiri otak mengndalikan kemampuan memahami dan
menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan dengan pemikiran abstrak dan imajiner
serta kemampuan seni. Hal yang sebaliknya berlaku pada sisa-sisa populasi yang
lain.
Bagian anterior (atau depan) otak, yang
menerima darah dari sirkulasi arteri serebrum anterior, mengendalikan sisi
tubuh yang berlawanan dari lokasi bagian tersebut berada. Sebagai contoh, jika
terjadi kerusakan otak di daerah sirkulasi anterior kanan, yang terpengaruh
adalah gerakan dan sensasi di sisi kiri tubuh, demekian sebaliknya.
Jika kerusakan otak terjadi di bagian
posterior, yang menerima darah dari sirkulasi serebrum posterior, kedua sisi
tubuh bias terkena. Misalnya dapat terjadi kelumpuhan di salah satu sisi dan
rasa baal di sisi yang lain. Juga dapat timbul masalah menelan, bernapas,
berbahasa, keseimbangan atau koordinasi, atau gerakan kepala dan tubuh bagian
atas yang abnormal (Feigin.2009:5-6).
2.
Pengertian
Menurut Corwin (2000: 181), stroke adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah ke otak.
Menurut
WHO: stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsional serebral / otak,
baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskuler. (Harsono,2005: 81).
Menurut
Price (2005: 1110), istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada
setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak.
Menurut Dewanto (2009: 24), sindrom yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut,
disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat
tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat.
A cerebrovascular accident, commonly known as
a stroke, is a term used to describe neurologic changes brought on by an
interruption in blood supply to the brain (ischemia) (Black,2000: 784).
Cerebrovascular accident (CVA) (also referred
to as stroke or “brain attack”) is a brad term that includes a variety of
disorders that influence blood flow to the brain and and result in neurologic
deficits. (Lewis,2000: 1645).
Dari definisi-definisi di atas dapat
disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebakan oleh gangguan peradaran darah
di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan
neurologis.
Menurut
Muttaqin (2008: 237), klasifikasi stroke
dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
a.
Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
1)
Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya
pembuluh darah (mikroanurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
akibat herniasi otak. Perdarahan interaserebri yang disebabkan
hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2)
Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan
ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau AVM. Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
b.
Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau
emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur, atu pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
Menurut Muttaqin (2008: 240) klasifikasi stroke dibedakan menurut
perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.
Stroke
involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c. Stroke komplit. Gangguan neurologis yang
timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali dengan TIA berulang.
3. Etiologi
Etiologi stroke
menurut Muttaqin (2008: 235) adalah:
a.
Trombosis Serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
1)
Aterosklerosis
Adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah.
2)
Hiperkoagualasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
3)
Arteritis (radang pada arteri)
b.
Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c.
Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri
meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringanotak
sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum
terjadi:
1)
Aneurisma berry, biasanya defek congenital.
2)
Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
3) Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose
dan emboli sepsis.
4) Malformasi erteriovena, terjadi hubungan
persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5) Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi
yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d.
Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)
Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan
subarachnoid,
2)
Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.
e.
Hipoksia Lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)
Hipertensi yang parah,
2)
Henti jantung paru,
3)
Curah jantung turun akibat anemia.
Menurut
Smeltzer (2001: 2131), stroke biasanya
diakibatkan dari salah satudari empat kejadian:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh
darah otak atau leher)
b.
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain
yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain)
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area
otak)
d.
Hemoragi
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak)
Menurut
Battica (2008: 58), faktor risiko pada klien dengan stroke hemoragik antara
lain:
a.
Hipertensi
atau tekanan darah tinggi.
b.
Hipotensi
atau tekanan darah rendah.
c.
Obesitas atau kegemukan.
d.
Kolesterol darah tinggi.
e.
Riwayat penyakit jantung.
f.
Riwayat penyakit diabetes mellitus.
g.
Merokok
h.
Stres.
4. Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah
ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor
penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan:
a. Iskemia jaringan otak pada area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,
b. Edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark ini sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis
biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada
pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh
darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika
aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh
rupture arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
thalamus, dan pons (Muttaqin. 2008:241-242).
Menurut
Price (2005: 964), pada dasarnya stroke intra serebral terjadi akibat
berkurangnya suplai peredaran darah ke otak.
Suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut karena arteri
yang bersangkutan tersumbat atau padat, sehingga aliran darah ke otak berkurang
sampai 20 – 70 ml/100 gr. Jaringan akan
akan terjadi iskemia untuk jangka waktu yang lama dan otak hanya mendapat
suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak/menit, maka terjadi
serangkaian perubahan biokimia sel dan daerah yang mengalami kerusakan ini
disebut infark.

Skema 2.1 Pohon Masalah Keperawatan Stroke

Skema 2.2 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik dan
Stroke Hemoragik
5. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000: 18), pada stroke non hemoragik
(iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis secara mendadak,
didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya
pada umur > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revisison, stroke hemoragik dibagi atas:
a.
Perdarahan intraserebral (PIS)
b.
Perdarahan subarachnoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala
prodormal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali siang hari, saat beraktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri
kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan
serangan. Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan serangan.
Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% teerjadi setelah 2 jam,
sampai 19 hari).
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala
prodormal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat
terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya anuerisma pada a.
komunikans anterior atau a. karotis interna.
Gejala
neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya. Manifestasi klinis strok akut dapat berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (ganngguan hemisensorik)
c. Perubahan mendadak status mental (konfusi,
delirium, letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya
ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
e.
Disatria (bicara pelo atau cadel)
f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau
monokuler) atau diplopia
g. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
h.
Vertigo,
mual dan muntah, atau nyeri kepala
Menurut
Smeltzer (2001:2136), dilihat dari
bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
a.
Stroke hemisfer kiri
1)
Paralisis pada tubuh kanan
2)
Defek lapang pandang kanan
3)
Afasia (eksprsif, reseptif atau global)
4)
Perubahan kemampuan intelektual
5)
Perilaku lambat dan kewaspadaan
b.
Stroke hemifer kanan
1)
Paralisis pada sisi kiri tubuh
2)
Defek lapang penglihatan kiri
3)
Defisist perawatan-khusus
4)
Peningkatan distraktibilitas
5)
Perilaku impulsif
6)
Kurang kesadaran terhadap defisit
Matriks 2.1 Perbedaan antara Stroke Non Hemoragik dan
Stroke Hemoragik. (Muttaqin. 2008:239)
Gejala
(Anamnesa)
|
Stroke
Non Hemoragik
|
Stroke
Hemoragik
|
1
|
2
|
3
|
Awitan (onset)
|
Sub-akut kurang
|
Sangat akut/mendadak
|
Waktu (saat terjadi awitan)
|
Mendadak
|
Saat aktivitas
|
Peringatan
|
Bangun pagi/istirahat
|
-
|
Nyeri kepala
|
+ 50% TIA
|
+++
|
Kejang
|
+/-
|
+
|
Muntah
|
-
|
+
|
Kesadaran menurun
|
-
Kadang sedikit
|
+++
|
Koma/kesadaran menurun
|
+/-
|
+++
|
Kaku kuduk
|
-
|
++
|
Tanda Kernig
|
-
|
+
|
Matrik Sambungan
|
|
|
1
|
2
|
3
|
Edema Pupil
|
-
|
+
|
Perdarahan retina
|
-
|
+
|
Bradikardia
|
Hari ke-4
|
Sejak awal
|
Penyakit lain
|
Tanda adanya
aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katub,
fibrilasi, bising karotis.
|
Hampir selalu hipertensi
aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
|
Pemeriksaan darah pada LP
|
-
|
+
|
Rontgen
|
+
|
Kemungkinan pergeseran glandula pineal.
|
Angiografi
|
Oklusi, stenosis
|
Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/
vasospasme.
|
CT Scan
|
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
|
Massa intrakranial
densitas bertambah (lesi hiperdensi)
|
Oftalmoskop
|
Fenomena silang
Silver wire art
|
Perdarahan retina atau
korpus vitreum
|
Lumbal Fungsi
·
Tekanan
·
Warna
·
Eritrosit
|
Normal
Jernih
< 250/mm3
|
Meningkat
Merah
> 1000/mm3
|
Arteriografi
|
Oklusi
|
Ada pergeseran
|
EEG
|
Di tengah
|
Bergeser dari bagian tengah
|
Matriks 2.2
Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid (Muttaqin. 2008:238)
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
|
Dalam 1 jam
|
1-2 menit
|
Nyeri kepala
|
Hebat
|
Sangat hebat
|
Kesadaran
|
Menurun
|
Menurun sementara
|
Kejang
|
Umum
|
Sering fokal
|
Tanda
rangsangan meningeal
|
+/-
|
+++
|
Hemiparase
|
++
|
+/-
|
Gangguan
saraf otak
|
+
|
+++
|
- Penatalaksanaan Medis
Menurut
Saputra (2002 : 348-349) penatalaksanaan medis pada stroke adalah :
a. Empat buah tujuan pengobatan, yaitu :
menyelamatkan jiwa, membatasi kerusakan otak, mengurangi ketergantungan dan
deformitas, dan mencegah terulangnya penyakit.
b. Pertahankan agar jalan napas selalu bebas;
pemberian cairan, elektrolit dan kalori yang adekuat; hindari ulkus dekubitalis.
c. Larutan urea hipertonik 1 – 1,5 g/kg berat
badan, intravena atau mannitol dapat dipertimbangkan.
d. Rehabilitasi dan latihan termasuk
fisioterapi, terapi pekerjaan, dan terapi bicara.
e. Obat antikoagulan dapat digunakan pada
“stoke in-evolution”.
f.
Pengobatan untuk hipertensi dianjurkan.
Menurut
Muttaqin (2008:252-253), penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke adalah:
Untuk
mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan:
1)
Mempertahankan
saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lender, oksigenasi,
kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan
2)
Mengotrol
tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi
dan hipertensi
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia
jantung
c. Merawat kandung kemih sedapat mungkin
jangan memakai kateter
d.
Menempatkan
klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif.
Pengobatan Koservatif:
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah
serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin,
asetazolamid, papaverin intraarterial.
c.
Medikasi
antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis
seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis
yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.
Antikoagulan
dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
Pengobatan
pembedahan:
Tujuan
utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan:
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali
aliran karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher;
b. Revaskularisasi terutama merupakan
tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA;
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada
stroke akut;
d.
Ligasi
arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut
Doenges (1999:292), pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
a. Angiografi serebral: membantu menemukan
penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri,
adanya titik oklusi atau ruptur.
b. Scan CT: memperlihatkan adanya edema,
hematoma, iskemia dan infark.
c. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan
normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan
intrakranial. Kadar protein meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d.
MRI (Magnetic Resonance Imagging): menunjukkan daerah
yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arterivena (MAW).
e. Ultrasono Doppler: mengidentifikasi
penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis [aliran darah atau muncul
plak], arteriosklerotik).
f. EEG (Elektroensefalogram):
mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerahlesi yang spesifik.
g. Sinar X tengkorak; menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
h. Diffusion-weighted imaging (DWI): memperlihatkan daerah-daerah yang mengalami
infark sebagai daerah putih terang.
i. Perfusion-weight imaging (PWI): pemindaian
sekuansial selama 30 detik setelah penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak
yang kurang mendapatkan perfusi akan lambat memperlihatkan pemunculan zat warna
kontras yang disuntikan tersebut, dan aliran darah yang lambat tampak putih.
Pemidahan serial dapat mengungkapkan tiga tipe pola yang berlainan: reperfusi
dini, reperfusi lambat dan defisit perfusi persisten.
j.
Pemeriksaan
laboratorium srandar mencakup urinalisis, HDL, laju endap darah (LED), panel
metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, dan serologi
untuk sifilis. Pada klien yang dicurigai mengalami stroke iskemik , panel
laboratorium mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk perawatan dasar.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protombin dengan rasio normalisasi
internasional (INR), waktu tromboplastin parsial; dan hitung trombosit.
Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah antibody antikardiolipin,
protein C dan S, antitrombin III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi
protein C aktif (Price.2005:1122-1123).
8.
Prognosis
Menurut Dewanto (2009:30), prognosis pada
klien dengan stroke adalah bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis
stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi,
ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit
yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada
30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
9.
Komplikasi
Menurut
Muttaqin (2008: 253), setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan:
a. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan,
nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis
b. Dalam hal paralisis nyeri pada daerah
punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
c. Dalam hal kerusakan otak, epilepsi dan
sakit kepala
d.
Hidrosefalus
Menurut
Smeltzer (2001: 2137), komplikasi stroke meliputi:
a.
Hipoksia serebra
b.
Aliran darah serebral
c. Embolisme
serebral
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Stroke Hemoragik
1. Pengkajian
Pengkajian pada
klien dengan stroke hemoragik menurut Doenges (1999 : 290 –292) meliputi :
a.
Aktivitas / Istirahat
1) Gejala : Merasa
kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan. Kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), mudah lelah dan susah untuk istirahat.
2) Tanda : Gangguan tonus
otot, paralitik (hemiplegi) dan kelemahan umum, gangguan penglihatan dan
gangguan tingkat kesadaran.
b.
Sirkulasi
1) Gejala : Adanya
penyakit jantung, policetemia dan hipotensi postural.
2) Tanda : Hipertensi
arterial sehubungan dengan adanya emboli; nadi : frekuensi dapat bervariasi,
disritmia, perubahan elektrokardiogram, desiran pada karotis, femoralis, dan
arteri iliaka/aorta yang abnormal.
c.
Integritas ego
1) Gejala : Perasaan tidak berdaya dan putus asa.
2) Tanda
: Emosi
yang labil dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d.
Eliminasi
BAK :
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, urgensi
urine
BAB : Konstipasi
karena immobilisasi, refleks defekasi menurun, kelemahan otot abdomen.
e.
Makanan dan cairan
1) Gejala : Nafsu
makan hilang, mual dan muntah, kehilangan sensasi rasa, adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
2) tanda : Kesulitan
menelan dan obesitas.
f.
Neurosensori
1) Gejala : Sinkope/pusing
(sebelum serangan CSV/selama TIA).
Sakit
kepala; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral dan subarachnoid
Kelemahan/kesemutan/kebas
(biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat
stroke jenis yang lain); sisi yang terkena terlihat seperti “mati/lumpuh.”
Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian,
(kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain.
Sentuhan:
hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan)
pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu sisi) pada
wajah.
Gangguan
rasa pengecap dan penciuman.
2) Tanda : Status
mental/tingkat kesadaran: Biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis;
ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang
bersifat alami; gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang);
gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori, pemecahan masalah).
Ekstremitas: Kelemahan/paralisis (kontralateral pada semua jenis stroke),
genggaman tidak sama, reflex tendon melemah secara kontralateral.
Pada
wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral).
Afasia:
gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk
mengungkapkan kata), reseptif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami
kata-kata secara bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di
atas.
Kehilangan
kemampuan untuk mengenali/menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran,
taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan,
kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
Kehilangan
kemampuan mennggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia).
Ukuran/reaksi
pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi).
Kekakuan
nukal (biasanya kareba perdarahan). Kejang (biasanya karena adanya pencetus
perdarahan).
g.
Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : Sakit
kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena).
2) Tanda : Tingkah laku yang
tidak stabil, gelisah dan ketegangan pada otot/fasia.
h.
Pernapasan
Hilangnya kemampuan untuk batuk,
pernapasan tidak teratur, takipnea, ronkhi, penyempitan jalan napas dan apnea.
i.
Keamanan
Tanda :
Motorik/sensorik: masalah dengan
penglihatan.
Perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk
melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespons terhadap panas dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
Gangguan
dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).
j.
Interaksi sosial
1) Tanda : Masalah
bicara, ketidakmampuanuntuk berkomunikasi.
k.
Penyuluhan dan pembelajaran
1) Gejala :Adanya riwayat
hipetensi dan stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (factor
risiko).
2) Pertimbangan :Dengan
menunjukkan lama dirawat 3 sampai 7
kali.
3) Rencana
pemulangan :Adaptasi dengan lingkungan
rumah, bantuan dalam perawatan diri
memerlukan obat (penanganan terapeutik).
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke hemoragik menurut Nanda
(2005-2006) meliputi :
a. Ketidak efektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan neuromuskular, hemiplegia/hemiparase.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
d. Gangguan sensori persepsi berhubungan
dengan perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori, transmisi dan
atau integrasi.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
dan kelelahan, kerusakan kognitif atau perseptual, kerusakan neuromuskular,
kerusakan muskuloskletal.
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
g. Risiko tinggi gangguan fungsi menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perceptual, paralisis serebral.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.
3. Perencanaan
Menurut Doenges (1999 : 293-307), perencanaan yang
tepat untuk klien dengan stroke hemoragik adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi;
vasospasme serebral, edema serebral.
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan/penyebab khusus penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
Rasional:
Mempengaruhi
penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis.
2)
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional:
Variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma
serebral pada daerah vasomotor otak.
3) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk,
kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional :
Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam
menentukan apakah batang otak masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
4) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti
adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
Rasional :
Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi
intervensi yang dilakukan.
5) Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas klien sesuai indikasi.
Rasional :
Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus hemoragik/perdarahan
lainnya.
6)
Kepala agak ditinggikan (30°).
Rasional
:
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan neuromuskular, hemiplegia/hemiparase.
1) Kaji
kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara teratur.
Rasional :
Mengidentifikasikan
kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2)
Ubah posisi minimal tiap 2 jam.
Rasional :
Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan.
3) Mulailah melakukan rentang getak aktif dan Pasif.
Rasional :
Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktor, meminimalkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis.
4) Susun tujuan dengan klien atau orang
terdekat untuk berpartisifasi dalam aktivitas/latihan dan mengubah posisi.
Rasional :
Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/peningkatan dan memberikan
perasaan kontrol/kemandirian.
5) Anjurkan
klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional:
Dapat
berespon dangan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan
memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kambali sebagai bagian
dari tubuhnya sendiri.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
1) kaji tipe/derajat disfungsi, seperti klien
tampak mengalami kesulitan berbicara.
Rasional :
Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan klien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi.
2) Mintalah klien untuk menulis nama atau
kalimat pendek dan membacanya.
Rasional :
Menilai kemampuan menulis (agrapia) dan kekurangan dalam membaca (ataksia).
3) Mintalah klien untuk mengikuti perintah
sederhana.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
4) Mintalah klien untuk mengucapkan suara
sederhana seperti “sh” atau “pus”.
Rasional :
Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara
(seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Tunjukkan objek dan mintalah klien untuk
menyabutkan benda tersebut.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik, seperti mungkin
klien mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
6) Anjurkan pengunjung/orang terdekat
berkomunikasi dengan klien.
Rasional :
Mengurangi isolasi
sosial klien dan meningkatkan penciptaan komunikasi.
d. Gangguan sensori persepsi berhubungan
dengan perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori, transmisi dan
atau integrasi.
1)
Evaluasi adanya gangguan penglihatan.
Rasional :
Munculnya gangguan
penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan klien untuk menerima
lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko
terjadinya cedera.
2) Berikan lampu menyala; letakkan benda
dalam jangkauan lapang pandang penglihatan yang normal.
Rasional :
Pemberian pengenalan
terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi.
3) Ciptakan lingkungan yang sederhana,
pindahkan perabot yang membahayakan.
Rasional :
Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan
yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan;
Menurunkan risiko terjadinya kecelakaan.
4) Kaji kesadaran dan berikan stimulasi
terhadap rasa sentuhan.
Rasional :
Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh
dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi.
5) Lindungi
klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan.
Rasional
:
Meningkatkan
keamanan dan menurunkan risiko terjadinya trauma.
6) Hilangkan
kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Rasional
:
Menurunkan
ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingugan yang berhubungan dengan
sensori.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan dan kelelahan, kerusakan kognitif atau perseptual, kerusakan
neuromuskular, kerusakan muskuloskletal.
1) Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala)
dan tingkat kekurangan untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari.
Rasional:
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
maksimal.
2) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang
dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional:
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, penting bagi klien
untuk melakukan sesuatu hal sebanyak
mungkin bagi diri sendiri dan untuk
mempertahankan harga diri serta meningkatkan pemulihan.
3) Bawa klien ke kamar mandi dengan
teratur/interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
Rasional :
Klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, dan tidak dapat
mengatakan kebutuhannya, tetapi biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini
sesuai perkembangan proses penyembuhan.
4) Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya
dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional :
Mengkaji
perkembangan program latihan (mandiri)
dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit.
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat kemampuannya.
Rasional :
Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi atau perubahan pada klien.
Rasional
:
Kadang-kadang
klien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit
penanganan.
3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaannya, termasuk rasa permusuhan dan perasaan marah.
Rasional
:
Mendemonstrasikan
penerimaan/membantu klien mengenal dan mulai memahami perasaan ini.
4) Pantau gangguan tidur, menungkatnya
gangguan untuk berkonsentrasi, pernyataan tidak mampu untuk mengatur sesuatu,
letargi dan menarik diri.
Rasional
:
Mungkin merupakan indikasi serangan
depresi (umumnya setelah adanya pengaruh stroke) yang mungkin memerlukan
evaluasi dan intervensi lanjut.
g. Risiko tinggi gangguan fungsi menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perceptual, paralisis serebral.
1) Tetapkan metode visual untuk
mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.
Rasional :
Risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.
2)
Rencanakan
waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak
mengantuk, dll. Pastikan alat
suksion selalu siap tersedia saat klien makan.
Rasional :
Keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.
3) Atur bagian kepala tempat tidur dalam
posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher agak fleksi ke depan dan
dagu menunduk.
Rasional :
Posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu perpindahan makanan
ke bawah dan menurunkan risiko aspirasi.
4) Mulai untuk memberikan makanan peroral
setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan air. Pilih/Bantu klien untuk memilih makanan yang
kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar,
makanan kecil yang lunak lainnya.
Rasional
:
Makanan
lunak/cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
5) Anjurkan
klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional
:
Menguatkan
otot fasial dan otot menelan serta menurunkan risiko tesedak.
6) Anjurkan
untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Rasional
:
Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu
makan.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.
1) Evaluasi tipe/derajat gangguan persepsi
sensori.
Rasional :
Defisit dapat mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas
intruksi.
2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus
dan kekuatan pada individu.
Rasional :
Membantu dalam membangun harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman
terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini.
3) Tinjau ulang keterbatasan-keterbatasan
saat ini dan diskusikan rencana atau kemungkinan aktivitas dapat dilakukan
kembali.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa datang dan menimbulkan
harapan dari keterbatasan hidup secara normal.
4) Rekomendasikan klien untuk meminta bantuan
dalam proses pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan sesuai kebutuhan.
Rasional :
Beberapa klien (terutama dengan masalah CVS kanan) mungkin mengalami
gangguan dalam cara pengambilan keputusan yang memanjang dan berprilaku
impulsif.
5) Sarankan klien menurunkan/membatasi
stimulasi lingkungan perlunya terutama selama kegiatan berpikir.
Rasional :
Stimulasi yang beragam dapat
memperbesar gangguan proses berpikir.
6) Identifikasi faktor-faktor resiko dan rujuk
evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi.
Rasional :
Meningkatkan
kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.
4. Evaluasi
Evaluasi
stroke hemoragik menurut Doenges (1999: 293-306), meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral,
edema serebral.
1) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/
membaik, fungsi kognitif, dan motorik/sensori.
2) Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil
dan tak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
3) Menunjukkan tidak ada kelanjutan
deteriorasi/kekambuhan defisit.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif.
1) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang
dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop.
2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan
fungsi yang terkena atau kompensasi.
3) Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang
memungkinkan melakukan aktivitas.
4)
Mempertahankan integritas kulit.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi.
2) Membuat metode komunikasi di mana
kebutuhan dapat diekspresikan.
3) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan
dengan stress psikologis.
1) Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran
dan fungsi perseptual.
2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan
adanya keterlibatan residual.
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap/defisit hasil.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/koordinasi otot.
1) Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya
hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
2) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam
tingkat kemampuan sendiri.
3) Mengidentifikasikan sumber pribadi/komunitas
memeberikan bantuan sesuai kebutuhan.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
2) Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri
dalam situasi.
3) Mengenali dan menggabungkan perubahan
dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.
g. Risiko tinggi gangguan fungsi menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perseptual.
1) Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk
situasi individual dengan aspirasi tercegah.
2) Mempertahankan berat badan yang
diinginkan.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi serta
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat / tidak mengenal sumber- sumber informasi.
1)
Berpartisipasi dalam proses belajar.
2) Mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.
3) Memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan.
terimakasih ilmunya, tapi ini daftar pustakanya dari mana ya ???
BalasHapusThe most popular video slots (HBO)
BalasHapusThe most popular video slots (HBO) · Play online slots · Play slot machine games on your mobile phone download youtube videos · Play casino games for free. · Free spins · More bonuses.